Kejadian ini adalah awal mula sumber kecemburuan ku pada makanan makin menjadi-jadi. Dan kejadian ini terjadi saat aku masih sekolah dasar, sekitar kelas 2 SD. Kalau yang cemburu karena ayam yang di makan oleh nenek ku, itu terjadi satu tahun yang lalu.
Saat bulan ramadhan aku selalu rajin untuk beribadah di masjid, hanya saat maghrib dan isya' aja sih. Isya' sekalian dengan tarawih. Aku menunggu ibu yang sedang membelikan ku sate untuk buka puasa. Setelah ibu datang, kita berangkat ke masjid bersama. Ayahku belum datang, masih bekerja. Aku sudah sampai di masjid sebelum adzan berkumandang. Sate ayam adalah salah satu makanan favoritku dari berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus makanan yang ada di indonesia. Iya, makanan favoritku sebanyak itu dan termasuk calon makanan favoritku nantinya. Kebiasaan buruk ku saat lapar adalah membayangkan aku sedang makan makanan favoritku tersebut. Karena aku puasa dan menu buka puasa adalah sate ayam. maka aku membayangkan sate ayam. Setelah adzan berkumandang, aku berbuka hanya dengan kurma dan segelas air putih saja. Setelah itu kami sholat bersama, berjama'ah.
Tau apa yang aku pikirin waktu sholat berjama'ah berlangsung? Sate ayamku
Aku baru ingat bahwa ibu bilang, ayah akan pulang saat maghrib atau setelah maghrib. Dan aku sangat khawatir sate ku masuk ke dalam perut ayah! Aku sholat dengan keadaan hati yang tidak tenang, dan aku berkali-kali melirik jam dinding. Waktu berjalan seakan melambat. Setelah sholat maghrib selesai, aku langsung berlari meninggalkan ibuku yang memanggil ku
Ibu : Tunggu ibu!
Aku : Aku pulang duluan deh bu
Aku meninggalkan ibuku demi seekor ayam yang sudah menjadi sate. Karena aku tidak bisa berhenti khawatir, jadi aku putuskan untuk pulang lebih dahulu. Aku akan melihat langsung apakah sate ayamku masih utuh atau sudah raib di telan suami ibuku. Saat aku melihat sepeda ayahku ada di depan rumah, rasa khawatir ku kian bertambah besar. Saat aku akan menuju dapur, ayahku sudah keluar terlebih dahulu dengan bibir yang ternodai oleh bumbu kacang. Firasatku benar! Tapi aku seakan menutup mata. tidak percaya bahwa sate ku benar-benar di makan oleh ayah. Jadi aku ingin memastikan dengan bertanya, dan suaraku sedikit bergetar
Aku : Ayah habis buka puasa?
Ayah : Iya nak. Kamu sudah?
Aku : Belum. Ayah makan sate yang ada di meja makan?
Ayah : Iya, itu disiapin ibu buat ayah kan?
Aku : (mulai berkaca-kaca) Bukan ayah. Itu punyaku! Aku mau makan sate tadi. Kok udah ayah makan sih!
Dan tangis ku pun pecah. Ibu yang baru datang pun bertanya kepada ayah, apa yang menyebabkan aku menangis, dan ayah pun menceritakannya.
"Oh, gapapa. Ayah kan gak tahu. Beli lagi aja" kata Ibu
"Iya, ayah belikan dua bungkus deh" timpal ayahku menyahut
Tentu aku setuju karena ayahku membelikan dua bungkus sate hanya untuk ku. Akupun berhenti menangis. Itu adalah gejala awal saat aku mengalami kecemburuan tinggi pada makanan. Setelahnya aku selalu seperti itu, meskipun itu keluargaku sendiri yang memakannya, batinku tetap tersiksa. Aku kecil yang bertumbuh dewasa tidak berubah saat berhadapan dengan makanan. Aku mencoba berubah kok, sungguh!
Komentar
Posting Komentar